SERTIFIKASI guru sebagai suatu persyaratan bagi pendidik mendapatkan tunjangan profesi yang diatur dalam Undang-Undang nomor 14/2005 tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Pasalnya, undang-undang itu harus direvisi terlebih dahulu bila akan dilaksanakan, terutama yang mengatur masalah persyaratan sertifikasi guru. Kalau tetap dilaksanakan, UU itu akan menimbulkan permasalahan besar yaitu timbulnya diskriminasi, terutama guru di tingkat sekolah dasar. Demikian yang terungkap dalam seminar nasional “Kajian Sertifikasi Guru” yang dilaksanakan Komite Perjuangan Guru (KPG) Kab. Purwakarta, pekan lalu (24/5) yang menampilkan panelis guru besar UPI Bandung, Prof. Dr. H. Nanang Fatah, Koordinator ICW, Teten Masduki dan Dr. Nurjaman, mewakili Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik Depdiknas. Acara tersebut dibuka Bupati Purwakarta, Drs. H. Lily Hambali Hasan.
Menurut Teten Masduki yang juga alumini UPI Bandung, persyaratan sertifikasi untuk mendapatkan tunjangan profesi menandakan sikap pemerintah yang tidak konsisten terhadap para guru. Betapa tidak, para calon guru yang dididik selama ini di sebuah lembaga pendidikan untuk menyandang predikat sebagai seorang guru tidak mudah diraih begitu saja. Ada sejumlah jenjang dan pendidikan yang harus ditempuh untuk menjadi guru.
“Persoalannya ketika pemerintah akan meluncurkan program yang berujung ke peningkatan kesejahteraan, guru harus menempuh pola uji kompetensi dulu. Berarti selama ini ‘pabrik’ yang mencetak para guru itu di mata pemerintah dianggap apa?” kata Teten Masduki.
Ia menyarankan agar sertifikasi tetap dijalankan, tapi harus ada upaya nyata dari pemerintah terutama meluncurkan skim kredit kepada guru untuk melanjutkan studinya. “Alternatif seperti itu seperti jalan terbaik dengan memberikan kredit kepada guru untuk bersekolah lagi memenuhi persyaratan yang diatur undang-undang,” ungkapnya.
Seorang guru senior di Kabupaten Purwakarta yang diberikan kesempatan berbicara di hadapan panelis, Drs. Anwar Chusnansyah mengatakan, sertifikasi guru sebagai persyaratan untuk mendapatkan tunjangan profesi bagi para guru bakal menimbulkan diskriminasi. Contohnya, suara guru yang sudah puluhan tahun mengabdi tapi tidak bisa mendapatkan tunjangan profesi karena tidak bisa mengikuti uji sertifikasi, padahal guru tersebut sangat tinggi dedikasinya dalam mengajar. “Inilah seperti yang bakal menjadi kendala bila soal sertifikasi guru tidak ditinjau lagi. Guru yag sudah puluhan tahun mengajar tidak lulus karena tidak bisa menjawab soal tes,” katanya.
Dr. Nurjaman menambahkan, “Sekarang ini tinggal ada political will dari eksekutif dan legislatif untuk melaksanakan UU.”
Sumber : HU. Pikiran Rakyat